Diskusi mengenai sapi pesisir telah dilakukan pada hari tanggal 29 Mei 2013, di Bukittinggi. Paparan mengenai sapi pesisir di Ranah Minang disampaikan oleh Dr. Ir Sarbaini, MSc yang merupakan salah satu pengajar di Universitas Andalas. Dalam paparannya Pak Bain (panggilan Dr. Ir Sarbain, MSc), menyampaikan bahwa sapi Pesisir adalah bangsa sapi pertama yang dikenal
masyarakat di Ranah Minang (Sumatera Barat), namun semenjak masuknya berbagai
bangsa sapi baru ke daerah ini populasi rumpun sapi ini terkonsentrasi di
sepanjang daerah pesisir barat mulai dari Kecamatan Indrapura di Kabupaten
Pesisir Selatan (ujung Selatan) sampai ke Kecamatan Ranah Pasisie di Kabupaten
Pasaman Barat (ujung Utara) dan terbanyak terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan.
Sapi ini berfungsi sebagai tabungan bagi masyarakat dan berperan penting dalam
penyediaan daging dan hewan qurban bagi masyarakat daerah ini, bahkan untuk
hewan qurban sudah sampai ke provinsi tetangga Riau.
Sapi Pesisir ini memiliki ciri khas antara lain
ukuran tubuh kecil, kaki ramping, berwarna tunggal, bagian dalam tubuh berwarna
agak muda, tanduk kecil dan pendek, punuk kurang terlihat jelas, dan
bergelambir pendek (tidak melebar seperti PO). Sapi ini memiliki beberapa
keunggulan seperti daya adaptasi yang baik terhadap pakan berkualitas rendah
dan daya tahan terhadap berbagai jenis penyakit dan parasit.
Sapi ini dipelihara masyarakat secara ekstensif
tradisional dengan sedikit sekali campur tangan pemilik (zero cost management),
hijauan yang dikonsumsi terdiri dari berbagai jenis hijauan mulai dari rumput
lapangan, jerami padi, anakan padi setelah panen, daun pisang, kulit pisang,
daun ubi, dsb tanpa pemberian pakan tambahan. Akibat dari makanan seadanya ini,
rumpun sapi ini rata-rata memiliki kondisi tubuh kurus sampai sedang, namun
masih mampu berkembang biak dengan
Berdasarkan hasil diskusi dan pemikiran peserta, di simpulkan bahwa pengelolaan yang belum optimal menyebabkan potensi sapi pesisir ini terabaikan. Diperlukan dukungan data ilmiah yang valid terkait dengan aspek reproduksi (umur birahi, Calving Interval, dll) dan produksi (bobot badan lahir, sapi dan dewasa serta ukuran tinggi dan panjang tubuh) sapi pesisir ini sehingga ke depan akan ada pemurnian yang lebih terarah.
Semoga nantinya potensi sapi pesisir yang telah ada di Sumatera Barat Sejak abad ke 18 akan terlihat dan akan memberikan kontribusi bagi kemajuan peternakan dimasa yang akan datang. Semoga..... (cakra).
Note: Silahkan Download Materi Paparan Dr. Ir. Sarbaini, MSc dengan meng-klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar